Sekitar sebelas tahun lalu tepatnya pada tahun 2009 rakyat Indonesia dihebohkan oleh kasus investasi fiktif yang menggelapkan uang investasi nasabah/investor ratusan miliar rupiah. Pelaku utama penipuan investasi ini adalah Jodi Haryanto Direktur Utama PT. Eurocapital Peregrine Securities yang juga menjabat Wakil Bendahara DPP Partai Demokrat dan calon legislatif DPR RI daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur.

Kejahatan Jodi Haryanto yang menyeret PT Eurocapital Peregrine Securities (EPS) tidak dapat diterima oleh pemegang saham EPS sehingga pemegang saham melaporkan Jodi ke polisi. Jodi memanfaatkan posisinya sebagai Wabendum Partai Demokrat agar tidak tersentuh hukum. Kesaktian Jodi semakin terbukti ketika Rudi W Rusli selaku pihak pelapor yang kemudian berbalik malah dijadikan tersangka dan langsung ditahan oleh polisi.

Perseteruan internal EPS memaksa Jodi Haryanto menggunakan perusahaan lain untuk meyakinkan para investor yang menuntut pertanggungjawaban atas kerugian ratusan miliar uang investasi. Lalu Jodi bersama Eriana John dan Hendro Christanto (istri dan adik kandung Jodi) menggunakan perusahaan sendiri yaitu PT. Falcon Asia Resources Management (FARM) sebagai perusahaan sekuitas pengganti EPS untuk meyakinkan dana investasi milik nasabah tetap aman dan akan dikembalikan seutuhnya.
Untuk lebih meyakinkan investor, Jodi, Eriana dan Hendro Christanto menerbitkan jaminan pribadi (personal guarrantee) dan jaminan dari FARM yang disertai penyerahan aset dalam bentuk sertifikat tanah dan akta perikatan jual beli. Semua itu janji itu dituangkan Jodi, Eriana dan Hendro ke dalam beberapa Akta Pengakuan Hutang dan Kesanggupan Membayar yang dibuat di hadapan Notaris.

Akta Pengakuan Hutang Jodi dkk dan FARM ini berhasil menenangkan para investor.
Namun tak lama kemudian, desakan dan tuntutan publik agar proses hukum terhadap Jodi Haryanto cs semakin menguat. Jodi Haryanto Wabendum Partai Demokrat itu akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas pelaporan pidana pemegang saham EPS. Meski jadi tersangka Jodi tidak ditahan polisi. Bahkan saat perkaranya disidangkan di pengadilan, Jodi tetap tidak ditahan. Lebih hebat lagi, Eriana istri Jodi dan Hendro Christanto adik kandung Jodi yang terlibat penggelapan dana investasi nasabah tidak diseret sebagai tersangka oleh penyidik.
Kesaktian Jodi semakin terlihat ketika majelis hakim PN Jakarta Selatan menghukum terdakwa Jodi Haryanto hanya selama 1 tahun, jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yang meminta hakim menghukum Jodi selama 10 tahun. Setelah diputus bersalah oleh pengadilan Jodi juga tidak ditahan.
Situasi berubah ketika Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus Jodi bersalah dan memperberat hukuman Jodi menjadi 3 tahun penjara. Putusan tingkat banding ini ternyata percuma karena tidak dapat dieksekusi. Jodi Haryanto sang terpidana tiba-tiba dinyatakan buron (melarikan diri). Jodi menghilang bersama istrinya Eriana dan Hendro Christanto adik kandungnya.





Hilangnya ketiga mafia investasi buronan aparat ini juga disertai raibnya ratusan miliar uang investasi nasabah yang menjadi tanggungjawab Jodi, Eriana, Hendro dan PT. Falcon Asia Resources Management (FARM).
Sejak dinyatakan buron pada tahun 2014 lalu hingga akhir tahun 2020 ketiga mafia investasi Indonesia yang telah merugikan uang nasabah ratusan miliar tidak mampu ditangkap polisi. Tidak hanya itu, aset Jodi-Eriana-Hendro yang bernilai ratusan miliar rupiah juga tak kunjung disita.
Tidak ada kepastian sampai kapan kerugian nasabah termasuk BUMN dapat tertutupi karena tidak ada pihak berwenang yang berminat mencari dan menangkap ketiga buronan kakap ini.

Kasus penipuan dan penggelapan investasi oleh Wakil Bendahara Partai Demokrat ini sempat menghebohkan rakyat Indonesia namun kasusnya mendadak senyap lenyap ditelan kasus mafia anggaran di mana Nazaruddin Bendahara Partai Demokrat korupsi lebih besar daripada Jodi Haryanto yakni Rp. 6 triliun.